Seorang
teman mahasiswa pecinta alam perguruan tinggi di Nusa Tenggara Timur
meminta saya untuk menulis tentang bisnis di industri perlengkapan
outdoor/petualangan untuk media kampusnya. Dari tulisan itu
diharapkan dapat menambah wawasan tentang dunia kewirausahaan
khususnya untuk mahasiswa pecinta alam.
Dibanding tulisan tentang
fotografi, saya belum pernah membuat tulisan tentang dunia outdoor
dari sudut pandang bisnisnya. Saya punya alasan mengapa tidak menulis
tentang hal tersebut. Industri di bidang apapun akan melindungi
informasi-informasi yang mempunyai nilai ekonomi bagi
keberlangsungan bisnisnya. Posisi desainer produk di industri
menempatkan desainer memegang informasi-informasi strategis. Secara
etika dan tanggung jawab profesi tentunya desainer tidak bisa
sembarangan mengungkap informasi karena akan berkaitan dengan
kelangsungan persaingan di dunia bisnisnya.
Namun selaku profesional
saya juga punya tanggung jawab untuk membagi pengetahuan dan
pengalaman terutama kepada generasi-generasi di bawah saya. Karena
hasil yang sudah dicapai generasi saat ini akan dilanjutkan oleh
generasi berikutnya. Dari pengalaman saya memberi konsultasi dan
menjadi pembimbing eksternal untuk tugas-tugas akhir mahasiswa, saya
harus memilah mana informasi yang dapat saya bagi sebagai
pengetahuan, dan mana informasi yang tetap harus menjadi rahasia
dapur perusahaan.
Dalam sebuah
perusahaan/industri, seorang desainer produk umumnya punya rentang
koordinasi dan komunikasi yang fleksibel. Tugas desainer adalah
memberi “nilai” pada produk jualannya. Karena itu desainer bisa
mendapat input, memberi output, berkomunikasi, berkoordinasi, dari
tingkat operator sampai level direksi hingga komisaris sekalipun.
Termasuk pada pihak eksternal, seperti konsumen pengguna produknya,
rekanan bisnis, media, sampai konsultan yang berhubungan dengan
bisnisnya. Dalam bisnis hospitality kita mengenal jargon “ pelayan
tahu segalanya”. Maka dalam industri terutama industri kreatif
akan ada jargon “desainer tahu rahasianya”. Saya kemukakan
poin-poin umumnya saja berdasarkan pengalaman saya sepanjang bekerja
di industri outdoor. Untuk teori-teorinya silahkan dicari di
buku-buku rujukan.
Bagaimana prospek
bisnis outdoor sekarang dan yang akan datang?
Di dunia ini segala hal
akan mengalami metamorfosis. Demikian pula dunia petualangan dan
aktivitas outdoor. Dalam masa pioneer penjelajahan di
masa-masa sebelum dan setelah perang dunia, prestasi dan prestise
terbesar dalam penjelajahan adalah perburuan menjadi orang pertama
yang mencapai tempat-tempat yang belum terjamah manusia. Karena itu
hasrat menjelajah banyak diembel-embeli obsesi untuk “menjadi orang
pertama”. Lihat saja dalam sejarah, betapa sengitnya perburuan
pendaki untuk menjadi orang pertama yang berhasil mencapai puncak
tertinggi dunia. Kini setelah hampir semua tempat di dunia telah
dijelajahi manusia, apa lagi yang ingin dicapai manusia dalam hasrat
menjelajahnya? Jawabannya adalah : Kecepatan. Termasuk juga
diantaranya repetisi, dan menambah tingkat kesulitan mencapainya. Di
masa kini, di tengah ribuan orang sudah pernah mencapai puncak
tertinggi di dunia maka pertanyaan yang akan muncul kemudian adalah ;
Seberapa cepat anda mendakinya? Berapa kali anda mencapai puncaknya?
Lewat jalur mana? Menggunakan tabung oksigen atau tidakkah anda
melakukannya? Bersama tim atau sendiri? Dan banyak lagi pertanyaan
kualitatif lainnya
Perburuan kecepatan
tersebut membawa arah dunia petualangan bermetamorfosis menjadi
sport. Tren sport sesuai dengan dinamika masyarakat modern yang
aktif, dan kian mendekatkan dunia outdoor pada aktivitas keseharian.
Melihat potensi pasarnya, kini banyak brand sport terkemuka serius
menggarap pangsa pasar outdoor. Tidak lagi hanya bergantung pada
pangsa olahraga populer dunia seperti sepakbola, atletik, basket, dan
tenis.
Outdoor sport punya
kecenderungan berkembang di negara yang pendapatan per-kapitanya
tinggi dan negara yang memiliki 4 musim. Di negara-negara Eropa dan
Amerika, juga negara-negara maju asia seperti Jepang, Korea Selatan,
dan kini China, outdoor sport telah menjadi life style. Bagaimana
dengan di Indonesia? Indonesia adalah pasar yang baru berkembang
seiring pesatnya pertumbuhan kelas menengahnya. Kelas menengah
Indonesia yang dimotori oleh kalangan pekerja terdidik konon sekarang
jumlahnya sudah sekitar 30 juta orang. Para kelas menengah ini
memiliki daya beli, dan mereka membutuhkan ruang untuk keluar dari
rutinitas kesehariannya. Sekarang pekerja mana yang tak
menyisihkan budjet untuk melepaskan kepenatannya bekerja, entah itu
dengan berwisata atau traveling keluar daerahnya? Rasanya hampir tak
ada. Sarana-prasarana semakin mempermudah orang bepergian seperti
dibukanya rute-rute penerbangan low budjet. Ketika banyak destinasi
dianggap sudah terlalu biasa, terlalu umum dan sudah dikunjungi
banyak orang , maka pilihan kegiatannya pun akan semakin melebar
termasuk mencoba dunia outdoor/petualangan.
Mau menjual apa?
Selalu ada dua hal dalam
pilihan berbisnis : Mau menjual barang atau mau menjual jasa? Tinggal
pilih salah satu diantaranya. Atau mau kedua-duanya? Bisa saja, namun
anda harus menyiapkan energi besar untuk membuat bisnis tetap
berjalan. Biasanya jika memilih menjalankan keduanya hanya satu
bidang saja yang menjadi bisnis utama dan yang lainnya melengkapi.
Jika memilih menjual
jasa, maka yang harus diingat adalah kredibilitas menjadi poin sangat
penting jika bisnis anda ingin berjalan panjang. Teman saya yang
telah berekspedisi ke berbagai belahan dunia sering menceritakan
pengalaman ekspedisinya. Di setiap tempat tujuan ekspedisi seperti di
Himalaya misalnya, banyak guide dan konsultan ekspsedisi menawarkan
jasanya untuk memandu dan mengelola ekspedisinya. Namun tidak semua
memiliki reputasi baik. Hal itu akan terseleksi dengan sendirinya.
Operator yang berkredibilitas baik dipercaya klien yang akan
melakukan ekspedisi besar. Dalam ekspedisi besar uang yang berputar
tentunya juga besar. Kebutuhan logistik, transportasi, akomodasi,
jasa pemandu, dalam ekspedisi besar dapat berputar dalam skala
ratusan juta hingga milyaran rupiah. Sedangkan operator yang
mendapatkan klien ekspedisi skala kecil berjumlah 1-2 orang pendaki
saja tentunya tak mendapat hasil sebesar itu.
Jika
anda memilih ingin berbisnis menjual barang kebutuhan outdoor, anda
pun akan dihadapkan pilihan. Pilihannya apakah anda akan menjual
produk-produk dari brand yang sudah ada? Akan membangun brand
sendiri? Atau membangun industri untuk jadi tempat memproduksi
produk brand-brand tersebut? Semua pilihan tentu ada plus-minusnya.
Jika ingin membangun brand maka akan terfokus membuat brand tersebut
diterima pasar dan membangun jaringan distribusi pemasaran produknya
tanpa harus membangun industri untuk memproduksi. Sebaliknya jika
ingin menjadi industri maka fokusnya akan mencari dan menerima
order dari para pemilik brand untuk dibuat di industrinya. Kedua
pilihan itu bisa saja diijalankan berbarengan, membangun brand
sekaligus memproduksi sendiri. Namun akan butuh energi lebih besar.
Keuntungannya anda akan punya kontrol yang kuat terhadap barang yang
diproduksi.
Menjual
barang dari brand yang sudah ada bisa dinilai pilihan termudah,
apalagi untuk brand yang sudah diterima pasar. Namun bukan berarti
tanpa resiko karena brand-brand tersebut dapat berfluktuasi pula di
pasar. Di pameran-pameran industri outdoor internasional saya juga
suka melihat brand yang pada awalnya tampil begitu kuat namun tak
terlihat lagi pada pameran-pameran tahun berikutnya. Bisa karena
jatuh atau diakuisisi oleh brand lain yang lebih kuat.
Spesialis atau
generalis?
Superman
cuma ada di komik-komik, mungkin demikianlah gambaran yang terjadi
pada bisnis outdoor dunia. Produk-produk kebutuhan outdoor meliputi
dari kepala sampai kaki. Dari barang soft good (tas, jaket, sepatu,
sandal, pakaian, tenda, dll), perangkat keras (karabiner/perlengkapan
panjat tebing, helm, pisau, kampak, kompor, lampu, dll) hingga barang
yang bermuatan teknologi (kompas, GPS, jam, alat komunikasi, dll).
Tidak akan mudah bagi sebuah brand untuk menjadi yang terkuat di
semua lini produk. Perlu investasi dan sumberdaya yang besar. Sebuah
brand harus memilih di sektor mana dia akan membangun kekuatan
bisnisnya.
Spesialisasi
ini berlaku pula ketika memilih sektor jasa. Apakah semua jenis
kegiatan outdoor akan dikuasai semua? Sebaiknya bijaksana menelaah
potensi yang dapat dioptimalkan dari semua sumberdaya yang ada. Jika
di tempat anda banyak dialiri sungai yang berjeram bagus, untuk apa
anda menjadi guide mendaki gunung?
Bagaimana memulainya?
Sebagai mahasiswa,
perjalanan untuk menggali potensi yang anda miliki masih sangat
panjang. Yang perlu ditanamkan sejak sekarang adalah cara berpikir
terhadap kegiatan yang anda senangi. Jika dulu tujuan anda bertualang
adalah untuk memuaskan hasrat, pemuasan ego, dan adrenalin,
sekarang coba sisipkan sisi yang bernilai ekonomi dalam perjalanan
anda. Selama tidak berpotensi merusak lingkungan, mental, dan moral,
tidak jelek kok membarengi kegiatan anda dengan hal yang bernilai
ekonomi. Contoh sederhana, jika dulu perjalanan anda menghabiskan
uang yang didapat dari meminta orang tua, menabung, atau mencari
sponsor (dan pinjaman maksudnya hehe), sekarang coba berpikir
produktif. Anda akan menghasilkan apa dari perjalanan anda? Dengan
mengasah keterampilan menulis dan memotret saja anda dapat mendapat
imbalan dari tulisan yang dimuat di media. Jika anda cerdik, satu
destinasi dapat dibuat dua sampai tiga tulisan dengan sudut pandang
berbeda yang bisa dikirim pada media yang berbeda. Satu tulisan bisa
mengangkat sisi alamnya (fotografis) , tulisan lain bisa muncul dari
sudut pandang sejarah, budaya, kuliner, atau sudut pandang
eksperensial anda. Honor yang anda terima bisa mengganti biaya
perjalanan atau membiayai perjalanan anda berikutnya. Yang akan anda dapatkan
dalam perjalanan itu bisa sangat lengkap. Pengalamannya untuk
memperkaya batin dan pikiran anda. Juga penghasilannya untuk
memperkaya kocek anda. Enak kan?
Segitu dulu deh.
Kepanjangan, (mudah-mudahan) lain kali disambung lagi...