Jumat, 17 Mei 2013

Berbisnis di dunia outdoor? Desainer tahu rahasianya

Seorang teman mahasiswa pecinta alam perguruan tinggi di Nusa Tenggara Timur meminta saya untuk menulis tentang bisnis di industri perlengkapan outdoor/petualangan untuk media kampusnya. Dari tulisan itu diharapkan dapat menambah wawasan tentang dunia kewirausahaan khususnya untuk mahasiswa pecinta alam.

Dibanding tulisan tentang fotografi, saya belum pernah membuat tulisan tentang dunia outdoor dari sudut pandang bisnisnya. Saya punya alasan mengapa tidak menulis tentang hal tersebut. Industri di bidang apapun akan melindungi informasi-informasi yang mempunyai nilai ekonomi bagi keberlangsungan bisnisnya. Posisi desainer produk di industri menempatkan desainer memegang informasi-informasi strategis. Secara etika dan tanggung jawab profesi tentunya desainer tidak bisa sembarangan mengungkap informasi karena akan berkaitan dengan kelangsungan persaingan di dunia bisnisnya.

Namun selaku profesional saya juga punya tanggung jawab untuk membagi pengetahuan dan pengalaman terutama kepada generasi-generasi di bawah saya. Karena hasil yang sudah dicapai generasi saat ini akan dilanjutkan oleh generasi berikutnya. Dari pengalaman saya memberi konsultasi dan menjadi pembimbing eksternal untuk tugas-tugas akhir mahasiswa, saya harus memilah mana informasi yang dapat saya bagi sebagai pengetahuan, dan mana informasi yang tetap harus menjadi rahasia dapur perusahaan.

Dalam sebuah perusahaan/industri, seorang desainer produk umumnya punya rentang koordinasi dan komunikasi yang fleksibel. Tugas desainer adalah memberi “nilai” pada produk jualannya. Karena itu desainer bisa mendapat input, memberi output, berkomunikasi, berkoordinasi, dari tingkat operator sampai level direksi hingga komisaris sekalipun. Termasuk pada pihak eksternal, seperti konsumen pengguna produknya, rekanan bisnis, media, sampai konsultan yang berhubungan dengan bisnisnya. Dalam bisnis hospitality kita mengenal jargon “ pelayan tahu segalanya”. Maka dalam industri terutama industri kreatif akan ada jargon “desainer tahu rahasianya”. Saya kemukakan poin-poin umumnya saja berdasarkan pengalaman saya sepanjang bekerja di industri outdoor. Untuk teori-teorinya silahkan dicari di buku-buku rujukan.

Bagaimana prospek bisnis outdoor sekarang dan yang akan datang?
Di dunia ini segala hal akan mengalami metamorfosis. Demikian pula dunia petualangan dan aktivitas outdoor. Dalam masa pioneer penjelajahan di masa-masa sebelum dan setelah perang dunia, prestasi dan prestise terbesar dalam penjelajahan adalah perburuan menjadi orang pertama yang mencapai tempat-tempat yang belum terjamah manusia. Karena itu hasrat menjelajah banyak diembel-embeli obsesi untuk “menjadi orang pertama”. Lihat saja dalam sejarah, betapa sengitnya perburuan pendaki untuk menjadi orang pertama yang berhasil mencapai puncak tertinggi dunia. Kini setelah hampir semua tempat di dunia telah dijelajahi manusia, apa lagi yang ingin dicapai manusia dalam hasrat menjelajahnya? Jawabannya adalah : Kecepatan. Termasuk juga diantaranya repetisi, dan menambah tingkat kesulitan mencapainya. Di masa kini, di tengah ribuan orang sudah pernah mencapai puncak tertinggi di dunia maka pertanyaan yang akan muncul kemudian adalah ; Seberapa cepat anda mendakinya? Berapa kali anda mencapai puncaknya? Lewat jalur mana? Menggunakan tabung oksigen atau tidakkah anda melakukannya? Bersama tim atau sendiri? Dan banyak lagi pertanyaan kualitatif lainnya

Perburuan kecepatan tersebut membawa arah dunia petualangan bermetamorfosis menjadi sport. Tren sport sesuai dengan dinamika masyarakat modern yang aktif, dan kian mendekatkan dunia outdoor pada aktivitas keseharian. Melihat potensi pasarnya, kini banyak brand sport terkemuka serius menggarap pangsa pasar outdoor. Tidak lagi hanya bergantung pada pangsa olahraga populer dunia seperti sepakbola, atletik, basket, dan tenis.

Outdoor sport punya kecenderungan berkembang di negara yang pendapatan per-kapitanya tinggi dan negara yang memiliki 4 musim. Di negara-negara Eropa dan Amerika, juga negara-negara maju asia seperti Jepang, Korea Selatan, dan kini China, outdoor sport telah menjadi life style. Bagaimana dengan di Indonesia? Indonesia adalah pasar yang baru berkembang seiring pesatnya pertumbuhan kelas menengahnya. Kelas menengah Indonesia yang dimotori oleh kalangan pekerja terdidik konon sekarang jumlahnya sudah sekitar 30 juta orang. Para kelas menengah ini memiliki daya beli, dan mereka membutuhkan ruang untuk keluar dari rutinitas kesehariannya. Sekarang pekerja mana yang tak menyisihkan budjet untuk melepaskan kepenatannya bekerja, entah itu dengan berwisata atau traveling keluar daerahnya? Rasanya hampir tak ada. Sarana-prasarana semakin mempermudah orang bepergian seperti dibukanya rute-rute penerbangan low budjet. Ketika banyak destinasi dianggap sudah terlalu biasa, terlalu umum dan sudah dikunjungi banyak orang , maka pilihan kegiatannya pun akan semakin melebar termasuk mencoba dunia outdoor/petualangan.


Mau menjual apa?
Selalu ada dua hal dalam pilihan berbisnis : Mau menjual barang atau mau menjual jasa? Tinggal pilih salah satu diantaranya. Atau mau kedua-duanya? Bisa saja, namun anda harus menyiapkan energi besar untuk membuat bisnis tetap berjalan. Biasanya jika memilih menjalankan keduanya hanya satu bidang saja yang menjadi bisnis utama dan yang lainnya melengkapi.

Jika memilih menjual jasa, maka yang harus diingat adalah kredibilitas menjadi poin sangat penting jika bisnis anda ingin berjalan panjang. Teman saya yang telah berekspedisi ke berbagai belahan dunia sering menceritakan pengalaman ekspedisinya. Di setiap tempat tujuan ekspedisi seperti di Himalaya misalnya, banyak guide dan konsultan ekspsedisi menawarkan jasanya untuk memandu dan mengelola ekspedisinya. Namun tidak semua memiliki reputasi baik. Hal itu akan terseleksi dengan sendirinya. Operator yang berkredibilitas baik dipercaya klien yang akan melakukan ekspedisi besar. Dalam ekspedisi besar uang yang berputar tentunya juga besar. Kebutuhan logistik, transportasi, akomodasi, jasa pemandu, dalam ekspedisi besar dapat berputar dalam skala ratusan juta hingga milyaran rupiah. Sedangkan operator yang mendapatkan klien ekspedisi skala kecil berjumlah 1-2 orang pendaki saja tentunya tak mendapat hasil sebesar itu.

Jika anda memilih ingin berbisnis menjual barang kebutuhan outdoor, anda pun akan dihadapkan pilihan. Pilihannya apakah anda akan menjual produk-produk dari brand yang sudah ada? Akan membangun brand sendiri? Atau membangun industri untuk jadi tempat memproduksi produk brand-brand tersebut? Semua pilihan tentu ada plus-minusnya. Jika ingin membangun brand maka akan terfokus membuat brand tersebut diterima pasar dan membangun jaringan distribusi pemasaran produknya tanpa harus membangun industri untuk memproduksi. Sebaliknya jika ingin menjadi industri maka fokusnya akan mencari dan menerima order dari para pemilik brand untuk dibuat di industrinya. Kedua pilihan itu bisa saja diijalankan berbarengan, membangun brand sekaligus memproduksi sendiri. Namun akan butuh energi lebih besar. Keuntungannya anda akan punya kontrol yang kuat terhadap barang yang diproduksi.

Menjual barang dari brand yang sudah ada bisa dinilai pilihan termudah, apalagi untuk brand yang sudah diterima pasar. Namun bukan berarti tanpa resiko karena brand-brand tersebut dapat berfluktuasi pula di pasar. Di pameran-pameran industri outdoor internasional saya juga suka melihat brand yang pada awalnya tampil begitu kuat namun tak terlihat lagi pada pameran-pameran tahun berikutnya. Bisa karena jatuh atau diakuisisi oleh brand lain yang lebih kuat.

Spesialis atau generalis?
Superman cuma ada di komik-komik, mungkin demikianlah gambaran yang terjadi pada bisnis outdoor dunia. Produk-produk kebutuhan outdoor meliputi dari kepala sampai kaki. Dari barang soft good (tas, jaket, sepatu, sandal, pakaian, tenda, dll), perangkat keras (karabiner/perlengkapan panjat tebing, helm, pisau, kampak, kompor, lampu, dll) hingga barang yang bermuatan teknologi (kompas, GPS, jam, alat komunikasi, dll). Tidak akan mudah bagi sebuah brand untuk menjadi yang terkuat di semua lini produk. Perlu investasi dan sumberdaya yang besar. Sebuah brand harus memilih di sektor mana dia akan membangun kekuatan bisnisnya.

Spesialisasi ini berlaku pula ketika memilih sektor jasa. Apakah semua jenis kegiatan outdoor akan dikuasai semua? Sebaiknya bijaksana menelaah potensi yang dapat dioptimalkan dari semua sumberdaya yang ada. Jika di tempat anda banyak dialiri sungai yang berjeram bagus, untuk apa anda menjadi guide mendaki gunung?

Bagaimana memulainya?
Sebagai mahasiswa, perjalanan untuk menggali potensi yang anda miliki masih sangat panjang. Yang perlu ditanamkan sejak sekarang adalah cara berpikir terhadap kegiatan yang anda senangi. Jika dulu tujuan anda bertualang adalah untuk memuaskan hasrat, pemuasan ego, dan adrenalin, sekarang coba sisipkan sisi yang bernilai ekonomi dalam perjalanan anda. Selama tidak berpotensi merusak lingkungan, mental, dan moral, tidak jelek kok membarengi kegiatan anda dengan hal yang bernilai ekonomi. Contoh sederhana, jika dulu perjalanan anda menghabiskan uang yang didapat dari meminta orang tua, menabung, atau mencari sponsor (dan pinjaman maksudnya hehe), sekarang coba berpikir produktif. Anda akan menghasilkan apa dari perjalanan anda? Dengan mengasah keterampilan menulis dan memotret saja anda dapat mendapat imbalan dari tulisan yang dimuat di media. Jika anda cerdik, satu destinasi dapat dibuat dua sampai tiga tulisan dengan sudut pandang berbeda yang bisa dikirim pada media yang berbeda. Satu tulisan bisa mengangkat sisi alamnya (fotografis) , tulisan lain bisa muncul dari sudut pandang sejarah, budaya, kuliner, atau sudut pandang eksperensial anda. Honor yang anda terima bisa mengganti biaya perjalanan atau membiayai perjalanan anda berikutnya. Yang akan anda dapatkan dalam perjalanan itu bisa sangat lengkap. Pengalamannya untuk memperkaya batin dan pikiran anda. Juga penghasilannya untuk memperkaya kocek anda. Enak kan?

Segitu dulu deh. Kepanjangan, (mudah-mudahan) lain kali disambung lagi...