Jumat, 25 Februari 2011

Adventure photography, fighting for the sake of a moment

Artikel tentang adventure photography ini dimuat di Exposure Magz edisi November 2008. Versi PDF nya bisa langsung didownload di www.exposure-magz.com . Berikut  saya tampilkan artikelnya (yang belum diedit editor) dan foto yang sudah diperkecil. Semoga bermanfaat

Adventure photography, fighting for the sake of a moment.

Ketertarikan saya memotret aksi petualangan  dimulai saat pekerjaan saya sebagai desainer produk di industri peralatan petualangan menuntut saya sering terlibat dengan aktivitas petualangan dan berinteraksi dengan berbagai komunitas petualang. Awalnya keterlibatan saya sebatas melakukan riset, mencari inspirasi untuk pengembangan produk, dan menguji kelayakan performa produk di medan petualangan sebelum produk itu dipasarkan. Namun dari serangkaian pengalaman saat beraktivitas itu saya menemukan banyak momen tak terduga yang sayang dilewatkan begitu saja. Tujuan memotret pun berubah tidak hanya sekedar membuat dokumentasi  untuk riset. Saya  belajar menekuni lebih serius lagi memotret aksi  petualangan.
            Menangkap momen saat memotret aksi petualangan adalah tantangan yang menarik. Banyak jenis aksi petualangan. Aktivitas  berbeda akan mengantarkan pada tantangan yang berbeda pula. Dalam foto petualangan, ada target yang masih relevan diterapkan, yaitu semakin ekstrim aksi - semakin tinggi pula nilai kekuatan fotonya. Hal inilah yang menyebabkan banyak momen harus didapat lewat usaha keras. Tantangan lainnya, petualangan umumnya dilakukan di wilayah yang tidak kita akrabi dan berbeda dengan lingkungan keseharian kita. Sehingga kita perlu mempersiapkan diri sebaik-baiknya untuk menghadapi berbagai kemungkinan yang terjadi.

Persiapkan diri, nikmati petualangannya    
Memotret petualangan berarti kita pun akan terlibat dalam petualangannya. Maka nikmati saja alur petualangan itu. Jika kita mempersiapkan diri maka kita akan menikmati petualangannya. Jangan lupakan persiapan fisik sebelum berangkat memotret terutama jika medan yang akan kita tempuh membutuhkan waktu panjang, berhari-hari atau berminggu-minggu. Memotret petualangan menuntut kita menjadi ‘fotografer dua gardan’ karena selama perjalanan seringkali menemui kondisi alam yang tidak menentu yang lain dengan kondisi lingkungan keseharian kita. Kita tahu memotret itu sendiri  aktivitas yang butuh konsentrasi tinggi, terlebih  jika kita dibebani pula untuk dapat mengatur  konsentrasi  bagaimana cara kita mengikuti perjalanannya (contohnya bagaimana mengatur perlengkapan dan perbekalan selama perjalanan), bagaimana mengamankan diri, atau bagaimana  mensiasati  menangkap momen di tempat yang sulit dijangkau. Tentunya sebuah pekerjaan yang menguras tenaga dan konsentrasi. Stamina yang baik akan membantu performa saat memotret di lapangan. Olahraga yang rutin dan teratur dapat membantu menjaga kondisi fisik. Biasanya saya menambah porsi latihan minimal sebulan sebelum pemotretan. Jika pemotretan itu aktivitas panjat tebing maka latihan difokuskan pada melatih daya tahan memanjat di jalur panjat pendek (bouldering). Latihan ini dibutuhkan karena  kita akan dihadapkan dengan mencari sudut bidik di ketinggian, baik dengan memanjat atau meniti tali.  Jika pemotretan mountaineering atau pendakian gunung,   latihan difokuskan pada ketahanan berjalan pada posisi menanjak di bukit-bukit sekitar kota tempat saya tinggal. Latihan ini berguna karena memotret pendakian menuntut fotografer untuk bergerak aktif  mencari momen dari berbagai arah. Terkadang mobilitas fotografer harus melebihi pergerakan pendaki itu sendiri.

Mencermati momen lebih mendalam
Tingkat kesulitan petualangan biasanya dirujuk menjadi kekuatan foto karena mampu mewakili suasana dramatis petualangan itu. Tolak ukurnya tidak terpaku pada faktor aksi saja. Bisa saja diperoleh lewat latar kondisi alam yang eksotis. Mungkin juga terdapat pada ekspresi ketegangan pelaku saat menghadapi saat-saat sulit, atau justru pada suasana riang yang menampilkan gairah bertualang? Berbagai faktor tersebut bisa saja tampil menjadi kekuatan  foto. Yang penting dan perlu dicermati adalah esensi mengapa sang petualang tergerak melakukan aksi yang susah-susah itu : Sebuah semangat yang tak kenal berhenti menjelajahi batas kemampuan diri. Semangat  petualangannyalah yang kita abadikan

Tips & Trik

Luangkan waktu untuk berlatih teknik  bertualang dengan aman
Menguasai teknik keterampilan petualangan misalnya dasar-dasar teknik climbing akan sangat membantu kita menguasai keadaan di lapangan. Tidak perlu semahir atlet profesional yang sehari-harinya memang berlatih untuk menguasai teknik secara prima. Menguasai beberapa teknik dasar pun sudah cukup untuk bekal memotret (dengan catatan pemotretan tidak dalam kondisi alam yang ekstrim). Dalam pemotretan climbing misalnya, menguasai teknik ascending (naik ketinggian lewat tali dengan bantuan alat) dan teknik descending (turun melalui tali dengan bantuan alat) sudah cukup bagi fotografer untuk mendapatkan posisi di ketinggian. Menguasai  teknik menambat di batuan tebing sudah memungkinkan fotografer mencari posisi di ketinggian dengan cara traversing (memanjat merayap ke pinggir). Tinggal bagaimana kita mampu mengoptimalkan fisik kita untuk mencapai ketinggian itu. Untuk itulah diperlukan penguasaan beberapa teknik dasar memanjat seperti teknik bergerak mengatur keseimbangan badan pada bidang vertikal. Jika belum merasa siap dengan keterampilan teknis yang kita miliki, kita bisa meminta pemandu pemanjat profesional mendampingi kita selama memotret. Cukup siapkan mental untuk beraktivitas di ketinggian. Namun pergerakan kita lebih terbatas. Sebaiknya tetap berusaha menyisihkan waktu untuk berlatih. Penguasaan teknis bertualang akan meningkatkan kepercayaan diri dan mental kita saat bekerja di lapangan.

Kualitas teknik climber berpengaruh pada momen yang dihasilkan
Dalam memotret aksi panjat tebing, jam terbang pemanjat dapat menentukan kualitas momen aksi pemanjatan. Memotret climber dengan kualitas teknik yang baik  misalnya atlet nasional dan internasional akan sangat berpengaruh pada terciptanya momen-momen yang mengagumkan. Kualifikasi teknik yang dimilikinya mampu mengeksplorasi teknik panjat tingkat tinggi yang sulit dilakukan climber pemula.

Fokuslah pada tujuan memotret
Adakalanya kita lupa pada tujuan memotret karena terpesona dengan kondisi alam yang kita temui. Bagi penggemar climbing misalnya, bentang batuan yang menantang acapkali menggoda untuk turut menjajalnya. Ingat, tujuan utama kita adalah memotret. Jangan hamburkan energi untuk aktivitas yang bisa menguras fisik hingga kita bisa jatuh sakit. Atur waktu sebaik mungkin hingga kita pun masih bisa menikmati kesenangan kita setelah semua target memotret tuntas. Pergunakan waktu istirahat sebaik mungkin terutama tidur yang cukup di malam hari.

Siapkan kamera cadangan, penyimpan memori dan baterai cadangan
Jika tak ada sumber listrik selama perjalanan, perkirakan secermat mungkin lama perjalanan dengan ketersediaan sumber listrik untuk kamera. Cukupkah membawa beberapa baterai cadangan atau harus membawa sumber energi lain untuk pengisi baterai seperti sumber listrik tenaga surya. Memotret di tengah kondisi alam yang sulit diprediksi mempunyai tingkat resiko tinggi. Kamera cadangan dibutuhkan untuk mengantisipasi jika terjadi masalah dengan kamera utama. Siapkan kamera cadangan sesuai budjet yang dimiliki,  bisa kamera DSLR, prosumer, pocket digital atau kamera analog. Intinya jangan sampai perjalanan kita tak berbuah apapun karena kameranya tewas duluan. Siapkan pula wadah yang mampu melindungi gear anda dengan baik, misalnya tas kamera yang dirancang  untuk aktivitas outdoor.













3 komentar: